Sunday 27 January 2013


TEEN & YOUTH SERVICE

They need GOD the need CARE


PERMASALAHAN GENERASI MUDA
Masalah remaja yang terjadi di dalam era postmodern sekarang ini begitu beragam.  Namun tampaknya masalah ini dapat kurang lebih disimpulkan menjadi seperti ini: remaja sekarang ini mencari apa yang namanya hikmat buat mereka, hikmat sekuler maupun hikmat religius.  Hikmat ini berarti mendengarkan apa yang menjadi perhatian mereka dan tidak langsung menghakimi mereka.  Hikmat mengizinkan remaja untuk menyelidiki kebenaran yang telah mereka tahu dan harapkan.  Mereka memiliki suatu “kelaparan” secara spiritual yang tidak dapat diabaikan begitu saja.[2]  Ditambah lagi pada zaman sekarang ini, kondisi lingkungan untuk remaja tidaklah stabil, tingginya angka perceraian, kehamilan di luar nikah, dan keluarga yang berpindah-pindah menyebabkan ketidakstabilan ini.  Suatu studi menunjukkan bahwa lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan remaja.[3]
Di tengah-tengah latar belakang inilah remaja menjalani hidupnya.  Hidup mereka dapat dipenuhi minum-minuman keras, kejahatan anak-anak, depresi, keinginan untuk bunuh diri, dan pola makan yang buruk.[4]  Ditambah lagi dengan perkembangan zaman adalah masalah pornografi dan kecanduan game online.  Tampaknya remaja menganut paham hedonisme yaitu kecil bahagia, muda foya-foya, tua kaya raya, dan mati masuk surga.  Remaja ingin hidupnya hanya dipenuhi kenikmatan duniawi.[5]
Gary Chapman memberikan lima perbedaan antara kehidupan remaja dulu dengan sekarang dengan pembagian yang sangat baik:[6]
1.      Teknologi yang berkembang.  Berbeda dengan remaja pada generasi yang lalu, remaja sekarang menjadi sangat hi-tech dan bergantung pada gadget yang mereka punya.
2.      Pengetahuan dan kontaminasi terhadap kekerasan.  Film-film yang ditonton menyuguhkan kekerasan dan itu seringkali dianggap seru.
3.      Keluarga yang terfragmentasi.  Hal ini disebabkan oleh tuntutan pekerjaan dan kehidupan ekonomi yang harus dipenuhi sehingga salah satu, entah ayah atau ibu seringkali tidak berada di rumah karena harus bekerja.
4.      Pengetahuan dan kontaminasi terhadap pornografi.  Begitu mudahnya seorang remaja dapat mengakses pornografi melalui internet dan juga telepon seluler yang mereka miliki.
5.      Nilai moral dan agama yang netral.  Remaja sering diajar di sekolah bahwa semua agama sama dan kebenaran adalah kebenaran yang disepakati bersama secara subjektif.
Mengenai masalah agama pun tidak jauh berbeda, remaja sulit tertarik tentang Yesus, mereka memiliki figur tersendiri yang jadi panutan, yang dapat mereka lihat, yang keren, dan yang sesuai dengan keinginan mereka.  Yesus menjadi figur yang dipandang sulit untuk diikuti karena standarnya berbeda dengan komunitas mereka.  Remaja bahkan tidak mau lagi diajak berdiskusi tentang agama.  Bagi mereka, agama adalah salah satu penghalang mereka untuk bersenang-senang di dunia.  Agama yang penuh banyak larangan dan tantangan hidup kudus menjadi sulit buat remaja.[7]  Menariknya, ternyata remaja suka belajar mempertanyakan agama mereka dan iman mereka hanya untuk berpikir lebih jauh lagi namun sukar untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.   Hal ini dikarenakan bagian kognitif mereka berkembang dengan cepat.[8]
Dengan segudang masalah yang seperti ini sudah tentu gereja atau dalam hal ini para rohaniwan harus mengambil tanggung jawab mendidik remaja ini dengan baik, tidak bisa menggunakan metode-metode yang konvensional melainkan harus menggunakan cara-cara yang kreatif.  Metode yang digunakan haruslah sekomprehensif mungkin untuk menyentuh bagian-bagian kehidupan remaja.  Para rohaniwan harus mampu untuk membangkitkan gairah remaja untuk menjadi remaja Kristen yang mencintai Alkitab, Yesus, dan gaya hidup kekristenan.



METODE-METODE YANG DAPAT DIGUNAKAN
Banyak metode yang bisa digunakan untuk menarik perhatian remaja yang memang pada masa-masa ini membutuhkan kasih sayang dan perhatian yang besar.  Mereka seolah-olah ingin mandiri dan bisa melakukan segalanya, padahal kenyataannya tidak.  Mereka dengan segera ingin menjadi dewasa, padahal proses menuju ke sana masih sangat panjang.  Metode yang diusulkan oleh Gary Chapman dapat membantu pelayanan remaja dengan cukup efektif:[9]
1.      Memberikan pujian atas perbuatan mereka yang baik, mengingatkan akan kesalahan mereka dengan tidak membuat mereka marah (tidak menggurui mereka).
2.      Sentuhan fisik di waktu yang tepat, di tempat yang tepat, dan dengan orang yang tepat.
3.      Memberikan waktu untuk bermain dengan mereka, berdiskusi dengan mereka, bahkan mendampingi mereka belajar.
4.      Melayani mereka dengan baik.  Mereka membutuhkan seseorang untuk pergumulan mereka, mendampingi mereka dalam masalah-masalahnya.
5.      Memberikan hadiah-hadiah kejutan.
Gereja bisa mengadopsi kebutuhan lima bahasa kasih yang diajukan Chapman untuk remaja.  Gereja bisa melakukan cara-cara yang mencapai tujuan ini yang dimodifikasi agar remaja taat kepada Kristus.  Doug Fields mengemukakan cara-cara yang dimilikinya dalam memenuhi tujuan Kristus namun tidak mengabaikan kelima unsur di atas.  Caranya dengan[10]:
1.      Penginjilan Persahabatan.  Di dalam penginjilan ini seseorang remaja diterima dalam komunitas gereja, bergabung dengan kelompok, makan bersama, bermain bersama, dan terkadang memberikan hadiah kejutan untuk orang-orang dalam kelompok tersebut.  Cara ini cukup efektif di kalangan remaja.
2.      Membuat ibadah menjadi menarik.  Puji-pujian yang didesain begitu rupa, tempat ibadah, dan khotbah yang memang dipersiapkan untuk menjawab tantangan hidup kaum muda.
3.      Memperhatikan para remaja.  Mengadakan persekutuan di antara mereka, KTB (Kelompok Tumbuh Bersama) dengan pengawasan pertumbuhan rohani, sharing mengenai apa yang menjadi kesulitan mereka menerapkan pola hidup Kristen dan solusinya.
4.      Memberi kesempatan untuk remaja yang senior dan pertumbuhan rohaninya cukup baik untuk mementor remaja yang lebih kecil.  Tentunya hal ini dilakukan dengan pengawasan dari hamba Tuhan pembimbing.  Mereka diberi tanggung jawab untuk memuridkan anak-anak didiknya.
5.      Mempersiapkan dan melibatkan remaja yang berkomitmen.  Mendorong para remaja yang aktif untuk melayani teman-temannya yang lain.  Pelayanan ini sangat penting untuk menyadarkan mereka mengenai apa yang menjadi keinginan Tuhan buat mereka yaitu melayani.
Semua pelayanan ini tidak dapat dilakukan dengan baik apabila mengabaikan prinsip-prinsip yang sudah disepakati bersama.  Seperti misalnya anak remaja yang pelayanan suka datang terlambat, terjadi diskriminasi antara kelompok yang satu dengan yang lain, dan sebagainya.  Untuk itu, sebelum memulai pelayanan di atas, prinsip-prinsip pelayanan / dasar-dasar pelayanan perlu dibuat dengan tidak menakut-nakuti remaja.  Semuanya ini dibuat untuk mengajarkan anak-anak lebih disiplin dan lebih baik.[11]
Pada akhirnya, remaja adalah anak-anak yang sangat dinamis, jika anak remaja tidak dilayani dengan metode yang benar maka pelayanan hanya akan menimbulkan “gap” bahkan menjadi musuh dengan orang dewasa, gereja, mentor maupun guru disekitar


[1]Disarikan dari berbagai sumber tertulis dan sumber elektronik.
[2]Catherine P. Morgan, “Adolescence-Need,” The Living Pulpit January-March (2001) 14-15.
[3]John W. Santrock, Adolescence 9th Edition (New York: McGraw-Hill, 2003) 14-15.
[4]Ibid.  439.
[5]Anonymous, Remaja tentang Hedonisme (Yogyakarta: Kanisius, 1999) 6-9.
[6]Gary Chapman, The Five Love Languages of Teenagers (Chicago: Northfield Publishing, 2005) 22-27.
[7]Chanon Ross, “Challenging Youth Ministry: Jesus isn’t Cool,” Christian Century 6 September (2005) 22-25.
[8]Carol E. Lytch, “A Survey on Youth and Religion: What Teens Believe,” Christian Century 6 September (2005) 20-21.
[9]Chapman, Five Love 6.
[10]Doug Fields, Purpose Driven Youth Ministry (Malang: Gandum Mas, 2005) 133-220.
[11]John M. Dettoni, Youth Ministry Handbook (2009) 53-55.

No comments:

Post a Comment