Sunday 20 January 2013

Forgiveness Article according to Philemon


KONSEP PENGAMPUNAN VERSI SURAT FILEMON (EKSEGESIS EXPOSISI TERHADAP SURAT FILEMON)

Writter : VINCENT WIJAYA


PENDAHULUAN
            Firman Tuhan banyak sekali membahas mengenai pengampunan, mulai dari era Perjanjian Lama sampai pada era Perjanjian Baru.  Tetapi yang akan disorot dalam pembahasan kali ini adalah mengenai tulisan rasul Paulus dalam suratnya kepada Filemon.  Rasul Paulus dengan sangat baik memaparkan konsep pengampunan kepada Filemon.  Meskipun surat Filemon ini merupakan tulisan Paulus yang paling singkat  dalam Alkitab Perjanjian baru.  Tetapi Filemon merupakan surat yang banyak membahas langkah praktis pengampunan dalam kekristenan.
            Melalui makalah ini penulis berusaha memperjelas konsep-konsep pengampunan yang rasul Paulus ajarkan dalam suratnya kepada Filemon.  sekiranya melalui makalah ini lebih banyak dapat memahami konsep pengampunan menurut Alkitab.  Makalah ini akan dimulai dengan memaparkan garis besar penulisan surat Filemon untuk memberi gambaran dasar isi surat ini secara keseluruhan; kemudian akan dilanjutkan dengan latar belakang surat Filemon; selanjutnya penulis akan memaparkan konsep-konsep pengampunan yang disorot dari beberapa ayat khusus dalam surat Filemon ini;  dan makalah ini akan ditutup dengan sebuah penutup pada bagian kesimpulan.

 LATAR BELAKANG
Garis Besar Surat Filemon
       I.            Salam (Ay.1-3)
Salam dalam surat Filemon ini hampir sama seperti surat Paulus kepada jemaat di Kolose karena disebutkan Timotius disebut bersama Paulus.  Tetapi di dalam surat Filemon berbeda dengan surat Kolose. Surat Filemon langsung menunjukkan bahwa penulis adalah seorang tahanan.
    II.            Pujian Bagi Filemon (Ay.4-7)
a.      Karena Imannya
Saat mengingat Filemon, Paulus terdorong untuk memuji Allah. Ia berdoa agar teladan Filemon bisa menguatkan iman anggota jemaat lain.
b.      Karena Kasihnya
Filemon terkenal akan kebaikannya terhadap “orang-orang Kudus” dan berita ini sangat menghiburkan Paulus.
 III.            Apologia bagi Onesimus (Ay.8-22)
1.      Paulus mengisahkan situasinya (Ay.8-9). Ia adalah seorang tahanan dan dengan mengingat kasih Filemon, Paulus ingin meminta sesuatu kepadanya.
2.      Paulus menyebut Onesimus sebagai anaknya dalam iman, yang menunjukkan bahwa Onesimus bertobat melalui perantaraannya.
3.      Dalam mengembalikan Onesimus, Paulus berkata ia seperti menyuruh kembali buah hatinya. Meski sebelumnya tidak berguna, Onesimus telah diubah menjadi sesuai dengan namanya, yang berarti “sangat berguna.” Paulus sebenarnya ingin menahan Onesimus tetapi ia tidak mau melakukannya tanpa persetujuan Filemon (Ay.11-14).
4.      Paulus meminta pelarian Onesimus diabaikan, sehingga Filemon dapat menerima dia sebagai saudara kekasih dan bukan sebagai budaknya lagi (Ay. 15-16).
5.      Paulus dengan kuat meminta Filemon untuk menerima Onesimus, dan menawarkan diri untuk membayar kerugian yang Onesimus akibatkan, meski ia dengan bijaksana menunjukkan bahwa utang Filemon kepada Paulus lebih besar dari itu. Filemon akan sangat menyegarkan hati Paulus jika dia mengabulkan permintaannya untuk mengampuni Onesimus (Ay.21-22).[1]
 IV.            Salam dan Doa Ucapan Syukur.
Paulus mengucap syukur dan menyampaikan salam dari 5 orang partner kerja Paulus seperti yang terdapat dalam surat Kolose (Kol 4:10-14).  Paulus menutup surat Filemon ini dengan doa  ucapan syukur apostolik yang sangat indah.[2]

Latar Belakang Penulisan Surat Filemon
            Secara kepenulisan tidak diragukan lagi bahwa rasul Paulus yang menulis surat Filemon hni.  Dalam surat Filemon jelas terlihat kasih dan kesabaran dari rasul Paulus dalam menyelesaikan masalah yang terjadi di dalam jemaat.  Paulus dengan menggunakan nada-nada penulisan yang lembut  dan bersahabat.  Poin yang berbeda dengan surat-surat lain yang Paulus tulis terlihat dalam “humor halus”  yang dipakai Paulus untuk menuliskan surat Filemon ini.  “Humor halus” Paulus terdapat pada permainan kata yang berkenaan dengan nama  Onesimus.[3]  Nama Onesimus memiliki arti “berguna” atau “orang yang berguna”, nama ini adalah nama yang biasa diberikan kepada seorang budak oleh pemiliknya.[4]
            Menurut “tradisi” perkembangan sejarah gereja, surat Filemon merupakan surat yang ditulis oleh rasul Paulus ketika dia berada di dalam penjara di kota Roma.  Surat Filemon merupakan surat penggembalaan yang bersifat pribadi kepada seorang jemaat di kota Kolose yang bernama Filemon.[5]  Filemon adalah seorang yang memiliki kuasa dan kedudukan dalam masyarakat.  Diperkirakan Filemon berkuasa dikarenakan dia adalah seorang yang memiliki kekayaan.  Hal ini terlihat dari rumah Filemon yang cukup besar untuk dijadikan tempat pertemuan ibadah dan memiliki beberapa budak.[6]
            Peristiwa yang terjadi antara Filemon dan Onesimus ini cukup menegangkan.  Onesimus adalah seorang budak diperkirakan telah “dengan diam-diam”[7] melarikan diri dari Filemon.  Indikasi dari ayat 18, di mana Paulus mengatakan “Dan kalau dia sudah merugikan engkau ataupun berhutang padamu, tanggungkanlah semuanya itu kepadaku”, perkataan menunjukkan bahwa kemungkinan Onesimus mencuri sesuatu yang berharga dari Filemon.[8]  Tidak diceritakan dengan jelas bagaimana Onesimus dapat bertemu dengan Paulus di dalam penjara Roma.  Tetapi menurut William Barclay, mungkin Epafras seorang rekan kerja Paulus yang ikut dipenjara bersama Paulus mengenali Onesimus dan pada hari itu Epafras mendengar cerita getir Onesimus mengenai kesalahan-kesalahan yang dia lakukan terhadap Filemon.[9]  Menghadapi masalah perselisihan ini Paulus merasa bertanggungjawab dari segi Paulus sebagai warga negara yang baik dan dari segi Paulus sebagai seorang Kristen. Oleh sebab itu Paulus harus mengirimkan Onesimus kembali kepada Filemon.  Sebelum Onesimus diantar kembali kepada Filemon, Paulus melampirkan sebuah  sebuah surat yang ditulis tangannya oleh sendiri kepada Filemon (Ay.19).[10]



KONSEP PENGAMPUNAN DALAM SURAT FILEMON
            Menurut Browning, kata Pengampunan memiliki arti kata yang mirip dengan kata pendamaian, yaitu mengenai rekonsiliasi hubungan antara dua pihak yang bertikai.  Di dalam beberapa terjemahan Alkitab ditemukan kata pengampunan dan perdamaian saling bergantian digunakan.  Hal ini menunjukkan bahwa kata pengampunan dan pendamaian memiliki esensi arti yang sama.[11]   Menurut Tenney, dalam tulisan Paulus kepada Filemon ini dapat ditemukan semua unsur dalam konsep pengampunan, antara lain “pada ayat 11 dan 18 mengenai pelanggaran; pada ayat 10 mengenai belas kasihan; pada ayat 18-19 mengenai pertanggung jawaban atau penggantian; pada ayat 15 mengenai rekonsiliasi hubungan; dan pada ayat 16-17 mengenai suatu hubungan yang baru.”[12]

Pelanggaran seorang Budak  (Ay. 11 dan 18)
            Budak adalah sebuah status yang membuat seseorang benar-benar tidak memiliki status ataupun hak apapun.  Hidup mati dan apapun yang dilakukan seorang budak ditentukan oleh pemiliknya.  Pada waktu itu sangatlah berbahaya bagi seorang budak apabila melakukan kesalahan dan melarikan diri dari tuannya.  Seorang tuan mempunyai hak untuk menghukum budaknya yang bersalah.  Hukuman-hukuman yang diberikan bervariasi.  Mulai dari yang paling ringan yaitu dengan menandai wajah dengan besi yang membara degan cetakan huruf “F” dari kata “fugitius” yang berarti “pelarian” sampai pada siksaan-siksaan yang diberikan sampai budak tersebut mati.[13]  Begitu halnya yang terjadi dengan Onesimus dalam surat Filemon ini.  Dalam hal ini sungguh sebuah tindakan yang sangat berisiko ketika Paulus menyuruh Onesimus untuk kembali kepada Filemon.
            Dalam ayat 11 rasul Paulus menggunakan permainan kata dari nama Onesimus yang berarti “berguna”[14] atau “menguntungkan”[15].  Jika dibahasakan menurut bahasa yang dapat kita mengerti bahwa permainan kata Paulus dapat dikatakan, “Ia bukan hanya Onesimus karena namanya, sekarang dia Onesimus karena sifatnya.”.[16]  Dari frasa “dahulu dia tidak berguna”  juga dapat terlihat bahwa Onesimus dianggap tidak berguna oleh karena kesalahan yang telah dia lakukan kepada Filemon.  Goodspeed menyatakan juga bahwa Onesimus sebelumnya juga merupakan budak yang kurang baik karena terlihat dari gaya penulisan Paulus yang menyatakan demikian.[17]  Pada Ayat 18 mengindikasikan bahwa kemungkinan Onesimus menimbulkan kerugian secara finansial terhadap Filemon.  Barclay juga berpendapat bahwa “Onesimus telah melalaikan tugasnya dan melarikan diri dengan mencuri sejumlah uang dari Filemon”.  Hal ini dikuatkan Barclay dengan sebuah pemikiran bahwa dengan uang ini Onesimus baru dapat menempuh perjalanan kira-kira 1000 mil dari Kolose untuk sampai kepada Paulus di Roma.”[18]  Dari semua ini dapat dilihat bahwa betapa besarnya kesalahan yang dilakukan Onesimus terhadap Filemon.  Dapat kita katakan bahwa dengan melarikan diri saja sudah merupakan kerugian yang sangat besar kepada sang tuan, apalagi kaum yang tidak memiliki hak ini  membangkang dan mencuri harta tuannya. Kesalahan Onesimus ini dapat dikatakan sangat serius jika dilihat dari kontek budaya perbudakan Roma waktu itu.[19]  Ayat-ayat dalam surat Filemon ini sangat cukup bagi kita untuk dapat membayangkan betapa besarnya kesalahan yang dilakukan oleh Onesimus.  Oleh sebab itu betapa sulitnya keputusan yang akan Filemon ambil terhadap budaknya yang telah melarikan diri, mencuri dan sekarang berdiri di hadapannya.  Satu hal positif yang dapat kita lihat dalam bagian ini bahwa Onesimus datang kepada Filemon dan mengakui kesalahannya.

Sebuah Permohonan Belas Kasihan (Ay. 10)
            Di dalam suratnya kepada Filemon, Paulus tidak sedang menutupi kesalahan-kesalahan yang telah Onesimus lakukan.  Barclay mengatakan bahwa “Paulus mengetahui bahwa Onesimus memiliki watak yang tidak berguna.”  Tetapi sekarang Onesimus telah di transformasi oleh Kristus menjadi Onesimus yang berguna dan dapat melakukan hal yang lebih berguna dari sebelumnya karena Onesimus telah mengenal Kristus.  Mungkin dalam bagian ini kita bertanya bagaimana diketahui bahwa Onesimus telah mengenal Kristus?  “Sebuah pepatah rabinik mengatakan bahwa jika seseorang telah mengajarkan Hukum Taurat kepada anak tetangganya, kitab suci menganggap hal ini seakan-akan dia memperanaknya”.  Melalui perkataan ini kita dapat melihat bahwa bagaimana Paulus telah mendidik Onesimus dengan pengenalan akan Kristus sampai kepada Paulus menyebut Onesimus sebagai anaknya.  Onesimus adalah anak yang Paulus lahirkan dalam Kristus oleh karena Paulus telah membimbing Onesimus menuju kepada “transformasi” hidup dalam Kristus.[20]
            Setiap pernyataan dalam bagian ini seakan menggambarkan betapa Paulus ingin “mempromosikan” Onesimus kembali untuk mendapatkan belas kasihan Filemon.  Semua yang dilakukan Paulus tersebut adalah untuk meminta kesempatan kedua bagi Onesimus untuk dapat menjadi orang yang berguna.[21] Sebab Onesimus memang bukan orang yang berhak menerima pengampunan karena kesalahan besar yang telah dia lakukan oleh sebab itu alternatif untuk Paulus ambil menyelamatkan Onesimus adalah dengan memohon belas kasihan Filemon.
Pengampunan Dibutuhkan Pertanggungjawaban (Ay. 18-19)
            Di dalam pengampunan sebenarnya tidak meniadakan sebuah pertanggungjawaban atas kerugian yang ditimbulkan akibat kesalahan yang diperbuat.  Pertanggungjawaban bukanlah sebuah konsekuensi hukuman yang diberikan kepada orang yang berbuat salah.  Tetapi pertanggungjawaban lebih kepada penggantian secara materi akan kerugian yang dialami oleh orang yang disakiti.[22]  Hal yang membuat sebuah pertanggungjawaban berbeda dengan sebuah hukuman atau ganjaran adalah sebuah pertanggungjawaban memberi penggantian tidak lebih dari apa yang dilakukan, sedangkan sebuah hukuman berupa sebuah pembalasan yang bertujuan memberi efek jera kepada pelaku dengan memberi hukuman yang melebihi kesalahan yang diperbuat dan biasanya bersifat fisik.[23]  Paulus mengirim Onesimus kembali adalah agar Onesimus dapat menghadapi setiap masalah yang telah diperbuatnya dengan berani menerima segala konsekuensi yang akan diterimanya dan bukannya lari dari tanggungjawab.
            Paulus dalam hal ini sebagai pihak yang bersedia menanggung setiap kerugian yang dilakukan oleh Onesimus.  Terindikasi dalam bagian ini bahwa pengampunan bukan berarti orang yang bersalah melalaikan tanggungjawabnya akan kerugian yang ditimbulkan.  Pihak yang bersalah memberi pengampunan tetapi pihak yang bersalah harus tetap menjalankan kewajibannya karena dalam kekristenan tidak pernah mengajarkan seseorang untuk lari dari tanggungjawabnya melainkan harus menerima apa yang telah dilakukan dan mengatasinya.[24]  Chapman menambahkan bahwa “Orang yang benar-benar Kristen akan lebih mengutamakan prinsip dalam menghadapi masalah dari pada kepentingan pribadinya.”[25]

Sebuah Rekonsiliasi dan Sebuah Hubungan Baru (Ay. 15-17)
Pada bagian ini Paulus ingin menekankan bahwa sewaktu Onesimus pergi, Onesimus adalah seorang kafir.  Tetapi sekarang Onesimus dikirimkan kambali sebagai seorang saudara seiman dalam Kristus.[26]  Menurut Eilis, Paulus ingin mengajarkan sebuah prinsip dasar yaitu sebagai orang Kristen, Filemon harus menjadi saudara bagi orang percaya lain dalam segala aspek, baik itu dari aspek lahiriah yaitu menerima dalam bentuk hubungan antar manusia maupun menerima sebagai keluarga dalam Tuhan secara spiritual.[27]
Dalam bagian ini Paulus berusaha dalam bagian ini menjelaskan dan menenangkan Filemon.  Onesimus memang dipisahkan “sejenak”[28].  Kata ini jika diartikan secara literal akan berarti a little while[29] atau satu jam.  Paulus juga mengkontraskan dengan frasa “supaya engkau dapat menerimanya untuk selama-lamanya” dengan tujuan agar Filemon tidak lagi menghukum Onesimus karena melarikan diri.[30]  Keterpisahan antara Onesimus dan Filemon bukanlah hal yang direncanakan oleh Onesimus dan Filemon melainkan Keterpisahan ini adalah kesalahan fatal yang dilakukan oleh Onesimus.  Di dalam kesalahan fatal yang di lakukan oleh Onesimus ini Tuhan berkarya untuk menjadikan Onesimus dapat diterima kembali untuk selamanya oleh Filemon[31]  Pernyataan Paulus pada ayat 16 yang menyatakan Onesimus bukan lagi seorang budak adalah sebuah bentuk peringatan halus dari Paulus untuk mengatakan kepada Filemon “Janganlah kamu menghukum Onesimus seperti seorang tuan memperlakukan seorang budak lagi karena Onesimus telah percaya Kristus dan sekarang dia adalah saudara seimanmu.”[32]  Paulus menyadari bahwa permintaannya ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan apabila merujuk pada latar belakang masyarakat waktu itu.  Berdasarkan pertimbangan tersebut Paulus menguatkan permintaanya tersebut dengan sebuah pernyataan “Kalau engkau menganggap aku temanmu seiman, terimalah dia seperti engkau menerima aku” (Ay 17).[33]  Paulus pada ayat 17 lebih menekankan kepada Filemon untuk menerima kembali Onesimus seperti dia juga telah menerima Paulus dengan baik.  Paulus yakin jika Filemon begitu menghormatinya sebagai rekan kerjanya, maka tidak menjadi masalah bagi Filemon di dalam menghargai permintaannya.[34] 
Onesimus telah menjadi “saudara kekasih” dalam iman (ayat 16), secara implisit, mereka juga sekarang telah menjadi budak/hamba dengan tuan atau Tuhan yang sama yaitu, Yesus.  Lebih dari itu, sekarang antara Filemon dan Onesimus saling berbagi di dalam sebuah relasi yang sama dengan Paulus.[35]  Onesimus adalah sebagai saudara dan juga budak, hubungan ganda seperti ini dapat menimbulkan persoalan yang rumit di kalangan gereja mula-mula.[36]  Paulus dalam kedua ayat ini berharap kepada Filemon bahwa ia akan dapat menjalin kembali relasi yang baik dengan Onesimus di dalam Tuhan.  Dalam hal ini dibutuhkan kebesaran hati dan pengorbanan akan harga diri dari pihak Filemon sebagai tuan dan orang yang dirugikan.
Rekonsiliasi adalah sebuah usaha yang harus ditempuh dalam tahapan lanjutan sebuah pengampunan.  Umat Kristen yang sejati adalah umat Kristen yang mengambil langkah rekonsiliasi setelah memutuskan untuk mengampuni.  Langkah selanjutnya setelah rekonsiliasi adalah sikap hati yang mau menerima kembali sebagai suatu upaya membangun kembali relasi yang sudah retak ataupun hancur akibat perselisihan yang terjadi.  Bukanlah hal yang mudah untuk melakukannya karena seseorang harus meletakkan harga diri dan martabatnya.

PENUTUP
            Meski pengampunan dapat terkonsep dengan baik oleh rasul Paulus di dalam surat Filemon ini tetapi bukanlah sebuah hal yang mudah untuk dilakukan.  Meskipun sulit, Pengampunan adalah sebuah kewajiban dan identitas umat Kristen untuk mencerminkan kasih Kristus dalam wujud pengampunan terhadap sesama.  Pengampunan terhadap sesama bukan dibatasi oleh status ataupun harga diri melainkan mengampuni dalam konsep Kekristenan adalah sebuah hal yang integral.  Pengampunan bukan hanya terjadi secara searah melainkan terjadi hubungan “saling”.  Meskipun terdapat hubungan saling, pengampunan memerlukan pengorbanan terlebih besar dari pihak yang disakiti.  Pengorbanan yang tersebut dapat berupa pengorbanan dalam kerelaan merendahkan hati; pengorbanan dalam berbesar hati menerima permintaan maaf dan melupakan setiap sakit yang dialami. 
            Sikap yang benar orang Kristen dalam menghadapi perselisihan adalah dengan selalu menyediakan pengampunan tanpa syarat karena menyadari bahwa dirinya juga telah diampuni tanpa pamrih oleh Kristus melalui penebusan nyawa tanpa syarat.  Pengampunan mengajarkan kita melihat dengan paradigma baru seseorang yang telah berbuat salah dan mengharapkan sebuah perbuahan baik terjadi dalam hidupnya.  Sedangkan sikap seseorang yang telah diampuni adalah harus menyadari setiap kesalahan yang telah diperbuat; bersedia bertanggungjawab atas apa yang telah yang diperbuat; menyesali setiap perbuatan salahnya; dan adanya perubahan positif dalam bersikap sebagai bukti penyesalan seseorang.   
Paulus menuliskan surat permohonan ini kepada Filemon dengan maksud agar dia dapat menerima Onesimus kembali disisinya bukan lagi sebagai seorang hamba melainkan sebagai saudara kekasih.  Paulus dapat membuktikan kepada Filemon bahwa Onesimus telah jauh berbeda dari yang sebelumnya jika ia mau menerima Onesimus kembali ke sisinya.  Dengan didasarkan pada kasih yang dimiliki oleh Filemon dan ketaatannya, Paulus dengan yakin dan percaya bahwa ia akan menerima Onesimus kembali dan mereka di dalam kebersamaan bersama-sama bekerja untuk memberitakan Injil.
Mungkin tidak terdapat balasan dari surat Filemon ini untuk melihat respon dari Filemon.  Tetapi jika kita lihat dari sejarah terdapat kemungkinan Filemon bersedia melakukan apa yang Paulus inginkan dalam surat Filemon ini.  Sebuah bukti kecil menyatakan bahwa ditemukan tulisan-tulisan dari bapa gereja Ignatius yang banyak menyebut seorang uskup “mengagumkan” yang berasal dari daerah Asia Kecil yang bernama Onesimus.  Ignatius menuliskan nama Onesimus dalam tulisannya dengan menggunakan permainan kata yang sama seperti yang digunakan rasul Paulus.[37]  Sebuah kemungkinan bahwa uskup Agung Onesimus merupakan Onesimus sang budak yang benar-benar memanfaatkan kesempatan keduanya dengan baik.  dengan ini terlihat bahwa pengampunan adalah sebuah anugerah berupa kesempatan kedua kepada seseorang untuk dapat berubah dan menata kehidupannya kembali dengan lebih baik. 







]



DAFTAR PUSTAKA
Ash, A. L. and Moo, J. Douglas. NIV Commentary Philippians, Colossians & Philemon. Jophlin: College Press, 1994.
Barclay, William.  Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Galatia-Efesus.  Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983.
Barker, Kenneth L. and John R. Kohlenberger III.  The Expositor’s Bible Commentary: New                    Testament.  Grand Rapids: Zondervan, 1994.
Blomberg. L,  From Pentecost to Patmos. Nashville: College Press 2006.
Bruce, F. F. New International Commentary on the New Testament: The Epistles to the                              Colossians, to Philemon, and to the Ephesians. Grand Rapids: Eerdmans, 1984.
Bruce, F.F.  Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid 1.  Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina                   Kasih,  2008.
Chapman, Adina.  Pengantar Perjanjian Baru.  Bandung: Kalam Hidup, 1980.
Guthrie, Donald.  Pengantar Perjanjian Baru Volume 3: Tafsiran Surat Galatia.  Surabaya:
            Momentum, 2009.
M.E. Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru (Jakarta: BPK 2008)
MacArthur. John.  Forgiveness : The Freedom and The Power Of Forgiveness.  Illionis: Crossway, 1998.
Merill C. Tenney, Survey Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas, 1991.
Oden, Thomas C., Peter Gorday. Ancient Christian Commentary on Scripture: Colossians, 1-2                  Thessalonians, 1-2 Timothy, Titus, Philemon. Illionis: InterVarsity, 2000.
OMF. C. Goenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru: Filemon. Yogyakarta: Kanisius 1989.
Patzia, Arthur G. New International Bible Commentary: Ephesians, Colossians, Philemon.                        Massachusetts: Hendrickson, 1990.
Preiffer, Charles, ed. Tafsiran Alkitab Wycliffe: Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas, 2001.
Van Harn, Reger E. The Lectionary Commentary: Theological Exegesis for Sunday’s Texts, V.2.               Grand Rapids: Eerdmans, 2001.



[1] Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru Volume 2, Tafsiran Surat Filemon (Surabaya:  Momentum, 2009) 246.
[2] R.W. Wall, The IVP New Testament Commantary series, Colossians and Philemon (DownersGrove: IVP,1993) 321.
[3]Guthrie, Pengantar 242.
[4]L. Bloomberg, From Pentecost to Patmos (Nashville: B&H, 2006) 271.
[5]Blomberg,  from Pentecost to Patmos (Nashville: B&H, 2006) 271-273.
                [6] M.E. Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru (Jakarta: BPK 2008) 165.
[7] Guthrie, Pengatar Perjanjian Baru 239.
[8]Ibid. 239.
[9]William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat 1&2 Timotius, Titus, Filemon (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983) 411-412.
                [10]Kenneth L. Barker, The Expositor’s Bible Commentary: New Testament.  (Grand Rapids: Zondervan, 1994) 938.

[11]Browning .W.R.F, A Dictionary of the Bible (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2007) 19-20.
[12]Merill C. Tenney, Survey Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 1991) 393.
[13] Barclay, Pemahaman Alkitab 412-413.
[14]Harrison,  Ensiklopedi Alkitab 184.
[15]Barclay, Pemahaman Alkitab 410.
[16]Ibid. 414.
[17]A. L. Ash, and Douglas J. Moo, The College Press NIV Commentary: Philippians, Colossians & Philemon (Jophlin: College, 1994) 253-256.
[18]Barclay, Pemahaman Alkitab 431-432.
                [19]P. N. Harrison, “onesimus” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (Jilid 1; ed. F.F Bruce; Jakarta:  YKBK, 2008) 200-201.
[20]Ibid 428-429.
[21]A. L. Ash, The Collage 256.
[22]Barclay, Pemahaman Alkitab 432.
[23]A. L. Ash, The Collage 434
[24]Barclay, Pemahaman Alkitab 429-430.
[25]Adina Chapman, Pengatar Perjanjian Baru, surat Filemon (Jakarta: Kanisius, 1986) 129.
[26]Ibid hal 430.
[27]Charles Preiffer. Tafsiran Alkitab Wycliffe: Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 2001) 911.
                [28]Lih. Alkitab Terjemahan Baru Filemon 1:15
[29]Bdk. Versi NIV dalam Philemon 1:15.
[30]Goenen. C. OMF, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru: Filemon (Yogyakarta, Kanisius 1989) 281.
[31]F.F. Bruce, New International Commentary on the New Testament: The Epistles to the Colossians, to Philemon, and to the Ephesians. (Grand Rapids: Eerdmans, 1984) 216.
[32]MacArthur F. John, The Freedom and The Power of Forginess (Illionis, Crossway, 1998) 78-79.
[33]Thomas C. Oden, Peter Gorday, Ancient Christian Commentary on Scripture Colossians, 1-2 Thessalonians, 1-2 Timothy, Titus, Philemon (Illionis: InterVarsity, 2000) 310.
[34]Arthur G.Patzia, New International Biblical Commentary: Ephesians, Colossians, Philemon (Massachusetts: Hendrickson, 1990) 107.
[35]Reger E. Van Harn.  The Lectionary Commentary: Theological Exegesis for Sunday’s Texts, V.2 (Grand Rapids: Eerdmans, 2001) 465.
[36] Preiffer, Tafsiran Wycliffe 912.
[37]Barclay, Pemahaman Alkitab 421

No comments:

Post a Comment