Sunday 27 January 2013


PORNOGRAFI pada GENERASI MUDA!!! Mental Silent Killer!!!!
PENDAHULUAN
Kehidupan pemuda remaja sungguh sangatlah unikDi masa-masa ini gairah seorang pemuda remaja bangkit dengan begitu pesatnya, terutama dalam hal seksualitas.  Seksualitas yang bertumbuh ini mengalami masa peralihan dari anak-anak menjadi beranjak dewasa.  Di saat-saat inilah seorang remaja pemuda rentan sekali dengan masalah yang bernama pornografi.  Saat mereka mencoba menelusuri seksualitas mereka karena penasaran, seringkali mereka menemukannya secara salah dan malah terjerumus di dalam pornografi.[1] 
Sebut saja Amir, remaja yang berusia 15 tahun.  Dalam usianya yang masih muda belia ini, Amir telah menonton film porno yang seharusnya tidak ditontonnya.  Amir menonton karena terpengaruh oleh pergaulan teman-teman yang lain dan rasa penasarannya.  Celakanya, Amir adalah seorang remaja Kristen yang juga melayani sebagai pengurus remaja.  Contoh lain lagi yang lebih mengejutkan misalnya seorang yang bernama Ted Bundy di Amerika.  Ted ini melakukan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap korban-korbannya akibat kecanduan pornografi, padahal Ted dibesarkan di dalam lingkungan keluarga Kristen.  Hal semacam ini banyak ditemukan pada fenomena pelayanan pemuda remaja di gereja-gereja.  Bukan menjadi rahasia lagi bahwa salah satu permasalahan utama yang menjadi tantangan pelayanan pemuda remaja adalah masalah pornografi.[2]
Survei di Amerika yang dilakukan oleh Christianity Today pada bulan Maret 2005 menyebutkan bahwa 57% para hamba Tuhan menyebutkan bahwa masalah yang paling merusak gereja adalah masalah pornografi dan makin bertambah tiap tahunnya.[3]  Tantangan pelayanan ini semakin berat ketika kemajuan teknologi ikut mendukung tersebarnya pornografi.  Akses yang mudah dari internet, telepon seluler, maupun CD atau DVD yang berisi materi-materi pornografi yang dijual bebas semakin mempersulit pelayanan ini.  Ditambah lagi, gereja yang seharusnya membicarakan masalah ini tampaknya masih enggan karena budaya Timur masih menganggap pembahasan tentang pornografi adalah hal yang tabu.
Tulisan ini akan mencoba memaparkan bagaimana pornografi telah menggerogoti kehidupan pemuda remaja Kristen – secara khusus masalah-masalah yang muncul dan penanganannya.  Fokus dari tulisan ini sendiri adalah untuk menjelaskan bagaimana masalah-masalah yang timbul akibat pornografi, bentuk-bentuk pornografi yang ada, dan cara penanganan maupun pencegahan terhadap pornografi yang terjadi di kehidupan pemuda remaja Kristen.  Hal-hal di atas akan dijelaskan secara menyeluruh dalam tulisan ini, dimana hal ini dimaksudkan agar pembaca dapat mengerti secara jelas bagaimana masalah yang terjadi dan bagaimana seharusnya pelayanan pemuda remaja Kristen dalam mengatasi masalah ini.

PEMUDA REMAJA KRISTEN DAN MASALAH PORNOGRAFI
            Pemuda remaja adalah sekelompok masyarakat yang dinamis dan bertumbuh, yang tidak hanya berkembang secara fisik namun juga berkembang secara rohani.  Ketika mereka mengalami perubahan fisik, mentalnya pun berkembang dan mempertanyakan perubahan fisiknya, termasuk permasalahan tentang seks.  Kecenderungan inilah yang memunculkan sekelumit masalah dalam diri seorang pemuda remaja.  Hal ini didasarkan pada rasa ingin tahu seorang pemuda remaja tentang seks yang sangat besar, terutama ketika memasuki masa pubertas.[4]  Menurut Santrock, pubertas adalah sebuah periode kematangan fisik yang berlangsung cepat yang meliputi hormonal dan perubahan tubuh yang selalu terjadi dalam masa awal memasuki dunia pemuda remaja.[5]  Dapat dikatakan bahwa masa pubertas adalah tanda perpindahan dari periode anak-anak menuju periode remaja.
            Dalam pencarian yang disebabkan perkembangan fisik oleh karena pubertas inilah seringkali pemuda remaja Kristen mencoba untuk menemukan seks, entahkah mereka menemukannya sendiri lewat berbagai media atau menemukannya bersama-sama dengan kelompok mereka.  Sayangnya,  kebanyakan dari mereka menemukannya salah dan berujung pada masalah pornografi.  Istilah pornografi sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi; bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi dalam seks.[6]  Sementara itu, kamus bahasa Inggris Webster’s New Twentieth Century Dictionary menguraikan kata pornografi dari bahasa aslinya (Yunani), yaitu porne yang artinya prostitute dan graphein yang artinya to write, dan kata ini didefinisikan sebagai berikut: [7]
Originally, a description of prostitute and their trade; writings, picture, etc. intended to arouse sexual desire; the production of such writings, pictures, etc.
Jadi, dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pornografi adalah tulisan atau gambar yang dimaksudkan untuk membangkitkan nafsu seksual orang yang melihat atau membacanya.  Namun, kemudian hal ini berkembang bukan hanya dalam bentuk tulisan dan gambar tetapi juga melalui berbagai media lain seperti film, tarian, lagu dan lain sebagainya.
            Masalah yang muncul adalah bagaimana seorang pemuda remaja yang mencari sendiri seks ataupun mencarinya bersama teman-temannya dapat terjerumus pornografi?  Terdapat dua faktor utama yang besar, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.  Namun dari kedua faktor ini, faktor internal-lah yang mempunyai dampak lebih besar.[8]
Faktor internal yang dikemukakan oleh Welch memberikan garis besar mengapa pemuda remaja terjerumus ke dalam pornografi, Welch membaginya dalam 5 bagian:[9] Pertama, disebabkan oleh faktor kelengahan atau ketidakpedulian.  Di sini pemuda remaja digambarkan acuh tak acuh terhadap pornografi, pornografi dianggap bukan sebagai ancaman sehingga mulai dicoba-coba, pemuda remaja mulai bereksperimen sampai akhirnya jatuh ke dalamnya.  Di lain pihak, Steve juga menyebutkan bahwa apa yang semakin dilarang dan dihindari seringkali membuat pemuda remaja penasaran dan hal itulah yang akan dilakukan.  Kedua, disebabkan oleh faktor persahabatan.  Pemuda remaja biasanya hidup berkelompok dan sangat menghargai lingkungan sosialnya (dalam hal ini teman-teman sebayanya) sehingga penolakan dari komunitasnya bernaung sangat dihindari.  Oleh karena itu, pemuda remaja sering jatuh ke dalam pornografi ini apabila komunitasnya juga terjerumus ke dalam pornografi.  Ketiga, disebabkan oleh faktor tergila-gila pada orang lain.  Seringkali pemuda remaja yang tergila-gila pada seseorang tertentu tetapi tidak dapat meraihnya akan mengalihkan perasaannya tersebut pada pornografi.  Bahkan ada pandangan yang menyatakan lebih baik terlibat pornografi dan masturbasi yang relatif tidak menyebabkan apa-apa daripada terlibat prostitusi akibat tergila-gila pada seseorang.[10]  Keempat, disebabkan oleh faktor cinta dan pengkhianatan.  Faktor inilah yang sering dijadikan dalih oleh pemuda remaja.  Mereka mengatakan karena cinta kepada seseorang dan sebagai wujud untuk mengasihinya adalah dengan menahan hawa nafsu mereka untuk melakukan seks, yang berakibat pada kejatuhan di dalam pornografi.  Selain itu, pengkhianatan cinta juga dijadikan dalih untuk terjebak dalam pornografi.  Karena cintanya ditolak, lebih baik mencintai seseorang yang berada dalam dunia maya.  Kelima, disebabkan oleh faktor kecanduan.  Seseorang yang sudah terjerumus ke dalam pornografi yang begitu lama akan dipuaskan secara sementara, mengakibatkan pemenuhan kepuasan tersebut harus dilakukan secara berkala.  Atau dengan kata lain tidak dapat melepaskannya karena sudah kecanduan pornografi.
Sedangkan untuk faktor eksternal, Powlison mengemukakan hal ini dengan sangat baik.  Ia memberikan 3 faktor yang utama.[11]  Pertama, motif balas dendam yang disebabkan oleh kepahitan keluarga atau masyarakat.  Seorang pemuda remaja yang mengalami kepahitan masa kecil atau mengalami pelecehan seksual akan mudah terjerumus dalam pornografi.  Kedua, faktor ingin diterima atau disayangi oleh komunitas sekitar.  Bayangkan saja, seorang pemuda atau remaja putri yang badannya tidak proporsional merasa ditolak oleh komunitasnya dan mendapatkan penerimaan ketika masuk di dalam pornografi.  Ketiga, faktor ekonomi.  Sebagian dari pemuda remaja yang terjerumus dalam pornografi diakibatkan karena uang.  Demi mendapatkan uang mereka rela dijadikan objek pornografi itu sendiri, baik melalui telepon, gambar, atau pelaku adegan seks.
Selain faktor-faktor di atas, tidak boleh dilupakan pula bahwa pornografi menyebar dengan cepat dalam kehidupan pemuda remaja Kristen karena akses ke dalam hal ini yang begitu mudah.  Kemajuan teknologi yang begitu pesat, seperti internet, akses nirkabel jaringan, telepon seluler dengan bluetooth-nya menjadi pusat penyebaran pornografi.  VCD dan DVD film biru yang mudah didapat, dan dapat ditonton pada notebook pribadi yang tidak diketahui orang lain juga mendukung penyebaran pornografi ini.[12]


BENTUK-BENTUK PORNOGRAFI
            Terdapat banyak bentuk pornografi yang ada.  Dua bentuk yang paling umum adalah soft-core dan hard-core.[13]  Soft-core adalah pornografi yang menggambarkan wanita atau pria telanjang yang menunjukkan bagian intim, namun tidak menunjukkan hubungan seksual. Sedangkan hard-core adalah pornografi yang menunjukkan hubungan seksual, baik dipaksa atau tidak dipaksa antara dua orang atau lebih.[14]
Menariknya, pornografi dalam berbagai definisinya seperti yang telah dijelaskan di bagian sebelumnya, ternyata mengalami degradasi definisi pada pikiran pemuda remaja sekarang.  Sebagai contoh, film-film yang mengandung muatan seksual (baik itu gambar dalam film tersebut atau adegan nudity) pada film-film yang bukan jenis film XXX ternyata tidak dianggap sebagai pornografi oleh kebanyakan pemuda sekarang.  Mereka seolah menganggapnya sebagai bagian yang biasa dalam sebuah film.[15]  Jadi, yang dianggap pornografi adalah apabila ada suatu adegan yang menampilkan hubungan seksual atau film yang jelas-jelas ber-genre XXX.
Pornografi mempunyai berbagai macam bentuk media.  Media yang umum biasanya berupa media bergambar yang diwakili oleh majalah-majalah porno.  Namun seiring berkembangnya zaman, pornografi tidak hanya sebatas gambar, namun juga video dan suara, yang diwakili dengan film (biasanya diberi rating XXX) atau telepon dengan saluran khusus yang menampilkan suara-suara seseorang yang sepertinya melakukan hubungan seks.  Selain itu juga ada novel, cybersex, serta pertunjukan langsung.  Dari berbagai media dapat dikatakan pornografi tidak hanya disajikan dalam media audio visual, namun juga media tulis.  Yang penting adalah merangsang gairah seksual para pemuda remaja.[16]

DAMPAK PORNOGRAFI PADA PEMUDA REMAJA KRISTEN
Pornografi memberikan dampak yang buruk pada setiap pemuda remaja Kristen.  Dampak-dampak ini semakin hari akan semakin menjerumuskan pemuda remaja Kristen menuju degradasi moral yang paling bawah.  Dampak yang biasanya langsung dirasakan adalah  jatuhnya pemuda remaja Kristen menuju kecanduan pornografi.  Seorang pemuda remaja Kristen akan merasa kekurangan sesuatu apabila tidak melakukan hal-hal yang berhubungan dengan pornografi.  Setelah hal ini berlangsung terus menerus, maka kecanduan pornografi akan menjadi keterikatan terhadapnya.[17]  Dampak dari kecanduan yang berujung dari keterikatan ini adalah stimulasi kenikmatan seksual yang dialami sendiri atau yang lazim disebut masturbasi.  Survei terhadap pemuda remaja di Amerika menyebutkan bahwa 2/3 laki-laki melakukannya dan ½ dari perempuan melakukannya.[18]  Masturbasi ini akan membawa keterikatan yang lebih lagi pada pornografi, memandang pornografi seolah-olah hal yang biasa, memandang perempuan sebagai objek seks, dan pada akhirnya kekerasan seksual yang rawan terjadi apabila pemuda remaja memiliki seorang pasangan hidup.  Semakin hari membawa kepada perilaku yang menyimpang.[19]
Pemuda remaja Kristen yang sudah masuk dalam tahap yang lebih jauh karena pornografi juga tidak akan takut berhubungan seksual dengan pasangannya, menghabiskan waktunya menikmati pornografi, dan menghabiskan uangnya untuk membeli atau menyewa materi-materi pornografi.  Akibatnya beragam, bisa kehamilan di luar nikah, penyakit menular seksual (PMS), dan rasa ketidakpuasan yang berlebihan.  Dampak-dampak ini berlanjut terus sampai dewasa, dan apabila tidak dipulihkan, sampai menikah pun masalah ini akan sangat mengganggu.[20]
Bagi pemuda remaja Kristen, dampaknya akan langsung terasa kepada hilangnya norma-norma moral dalam keluarga, suka melawan, dan ada orang-orang tertentu yang sangat rohani, melayani di gereja untuk menutupi bahkan sampai mengalihkan perhatian agar ketertarikannya kepada pornografi tidak diketahui oleh siapapun.[21]

PENANGANAN TERHADAP PEMUDA REMAJA KRISTEN YANG TERLIBAT PORNOGRAFI SECARA IMAN KRISTEN
Pornografi jelas-jelas merupakan suatu dosa.  Di dalam Alkitab telah sangat jelas dituliskan mengenai hal ini.  Dalam Matius 5:28 disebutkan bahwa jika seseorang laki-laki memandang seorang wanita dan menginginkannya, maka laki-laki itu dapat dikatakan sudah melakukan sebuah perzinahan di dalam pikirannya.  Sementara itu, King menyebutkan bahwa pornografi itu merupakan suatu hal di mana manusia telah menggantikan kemuliaan Allah dengan gambaran manusia dan hewan.  Pernyataan ini sesuai dengan apa yang dituliskan oleh rasul Paulus dalam Roma 1:23, 25.[22]
King memberikan penambahan bahwa melalui tiga kata yang digunakan oleh rasul Paulus dalam menuliskan surat-suratnya yang memberi arti sebagai dosa seksual, yaitu aselgeia, epitimo, dan porneia itu menggambarkan dosa seksual yang dengan jelas terlihat dalam pornografi.  Berangkat dari setiap pengertian ketiga kata itu pornografi adalah sebuah gaya hidup yang tidak bermoral, dorongan untuk mencari kepuasan, dan hawa nafsu.[23]  Bagi Paulus, dosa seksual itu merupakan sebuah dosa yang sangat serius.  Ini terlihat dalam Efesus 5:5, “Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah.”  Kata “orang sundal” yang dipakai oleh Paulus adalah pornos yang akar katanya adalah porneia.  Jadi, orang-orang sundal itu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Kristus.[24] Secara implisit, ayat-ayat di atas dan penjelasannya juga mengarah kepada dilarangnya perbuatan memuaskan nafsu seks secara pribadi, semisal masturbasi.  Masturbasi membuat seseorang menjadi ilah atas diri mereka sendiri.[25]
Gereja secara khusus dalam pelayanan pemuda remaja harus dapat menyadarkan anggotanya bahwa pornografi dan masturbasi adalah suatu dosa, lebih lagi gereja harus mampu melepaskan, melindungi pemuda remajanya dari serangan berbahaya ini.  Apa yang dapat gereja lakukan?  Pertama, gereja harus dapat menerima kenyataan bahwa banyak anak-anak pemuda remajanya terlibat dalam hal ini.  Gereja harus berkonfrontasi mereka dengan kasih dan penerimaan akan hal ini, menyadarkan mereka dengan firman Tuhan, memberikan mereka pengertian yang benar bagaimana pornografi akan merusak hidup mereka.[26]  Kedua, gereja tidak hanya memberikan penerimaan dan pengertian saja, tetapi membentuk kelompok kecil di mana di dalamnya terdapat anak-anak pemuda remaja dengan masalah yang sama dibimbing oleh pemuda remaja yang lebih senior yang sudah bisa melepaskan dirinya dari pornografi.  Di dalam kelompok ini mereka bisa saling sharing, saling menguatkan, dan menyalurkan hasrat seksualnya di dalam hal lain, semisal makan bersama, menyalurkan berkat untuk anak-anak yang tidak mampu, dan sebagainya.[27]  Ketiga, memberikan pengarahan kepada orang tua untuk memperhatikan anak-anak agar mendapat kasih dan perhatian yang cukup serta orang tua bisa memberikan pendidikan seks yang baik.  Gereja dapat memfasilitasi untuk memberikan pendidikan seks untuk pemuda remajanya dan orang tua.  Hal ini juga berarti gereja dapat memfasilitasi adanya konseling untuk mereka yang kecanduan. [28]  Keempat, gereja dapat mengadakan persekutuan yang baik dengan anak-anak pemuda remajanya.  Hal ini dimaksudkan agar pemuda remaja mempunyai hubungan yang akrab, erat, sehingga mereka tidak jatuh kepada pergaulan yang salah.[29]  Kelima, gereja harus memonitor kelompok-kelompok kecil atau pemuda remajanya secara berkala.  Godaan pornografi ada di mana, mulai iklan, film, dan model-model pakaian yang banyak dipakai anak-anak muda sekarang ini.  Dunia menawarkan pornografi dengan begitu mudahnya, sehingga pengawasan ini begitu penting.  Ini bukan berarti memata-matai pemuda remaja, namun bagaimana gereja memperhatikan kekudusan hidup mereka dan memberikan pertolongan yang dibutuhkan.[30]  Keenam, gereja dapat membentuk tim doa yang baik untuk mendoakan pemuda remaja agar tidak terjerumus ke dalam dunia pornografi dan pemulihan bagi mereka yang sudah terlanjur jatuh.  Karena peperangan ini adalah peperangan rohani di mana Tuhan sendiri yang berperang melawan kuasa kedagingan.  Doa sangat membantu menguatkan hati orang percaya.[31]  Keenam cara diatas bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, dan hal ini tidak membatasi gereja memakai cara-cara yang lainnya.

KESIMPULAN
Di dunia yang semakin rusak ini, pornografi sangat merenggut kehidupan pemuda remaja.  Tidak terkecuali kehidupan pemuda remaja Kristen.  Begitu banyak cobaan, godaan yang dapat membuat pemuda remaja Kristen jatuh ke dalam pornografi ini.  Dimulai dari rasa penasaran terhadap pubertas yang dicari dengan salah, ataupun pencarian dalam kelompok yang malah menjerumuskan ke dalam pornografi.  Beragam godaan juga menjadi faktor tersendiri bagi pemuda remaja.  Internet yang menyajikan gambar pornografi yang dapat diakses dengan mudah, video porno yang mudah dibeli, sampai cerita-cerita panas yang disewakan.  Bahkan iklan pun menjurus ke arah ini.
Dampaknya pun beragam, dan seringkali mereka yang terlibat di dalamnya jatuh lebih dalam lagi, terperosok kepada kecanduan ataupun masturbasi.  Hal ini akan merusak mental pemuda remaja sehingga memandang pornografi sebagai hal yang biasa, padahal kehidupan seperti ini tak ubahnya kehidupan dengan tingkatan moral binatang.  Alkitab juga mengatakan hal ini sebagai dosa yang patut dihukum.
Oleh karena itu, gereja sebagai tempat rohani yang membimbing mereka harus melakukan tindakan.  Tindakan yang dilakukan dapat berupa tindakan preventif atau tindakan pemulihan.  Cara-cara yang diajukan gereja harus dilakukan dengan seksama, dan mampu mengubahkan kehidupan pemuda remaja Kristen kembali ke jalan yang benar.




DAFTAR KEPUSTAKAAN

BUKU:
________.  Kamus Besar Bahasa Indonesia.  Jakarta: Balai Pustaka, 1999.
Anderson, Neil T.  Winning The Battle Within: Realistic Steps to Overcoming Sexual Strongholds.  Eugene: Harvest House, 2008.
Arterburn, Stephen, Fred Stoeker, and Mike Yorkey.  Every Young Man’s Battle: Strategies for Victory in the Real World of Sexual Temptation.  Colorado: WaterBrook, 2002.
Court, J. H.  “Pornography,” dalam Baker Encyclopedia of Psychology & Counseling 2nd Edition.  Eds.   David G. Benner and Peter C. Hill.  Grand Rapids: Baker, 1999.
Gallagher, Steve.  The Altar of Sexual Idolatry.  Dry Ridge: Pure Life Ministries, 2000.
Meier, Mindy.  Sex and Dating: Questions You Wish You Had Answer To.  Downers Grove: InterVarsity, 2007.
Powlison, David.  “Making All Thing s New: Restoring Pure Joy to the Sexually Broken,” dalam Sex and the Supremacy of Christ.  Eds.  John Piper and Justin Taylor.  Wheaton: Crossway, 2005.
Santrock, John W.  Adolescence 9th ed.  NewYork: McGraw-Hill, 2003.
Webster, Noah.  Webster’s New Twentieth Century Dictionary.  Webster: Collins World, 1977.
Welch, Edward T.  Kecanduan: Sebuah Pesta Dalam Kubur.  Surabaya: Momentum, 2005.
White, John.  Menebus Eros?  Jakarta: Persekutuan Pembaca Alkitab, 2004.
Willingham, Russel.  Breaking Free.  Downers Grove: InterVarsity, 1999.

JURNAL:
Armando, Ade.  “Apakah Pornografi Mendasari Kekerasan.”  Jurnal Perempuan 26 (2002) 76-86.

SKRIPSI:
King, Monica.  Konsep Bebas dari Dosa menurut Paulus berdasarkan Roma 6:1-14 dan Aplikasinya dalam Pelayanan Pastoral bagi Orang Kristen yang Kecanduan Pornografi.  Malang: SAAT, 2007.

INTERNET:
__________________.  “Top Worldwide Search Request,” http://romisatriawahono.net/wp-content/uploads/2008/04/search-porn.gif. (salah ini, masih tak cari alamatnya).
MAJALAH:
Byasee, Jason.  “Not Your Father’s Pornography,”  First Things 01 (2008) 15-18.
           

    



[1]John W. Santrock, Adolescence 9th Edition (New York: McGraw-Hill, 2003) 344.
[2]John White, Menebus Eros? (Jakarta: Persekutuan Pembaca Alkitab, 2004) 6-7.
[3]......(internet)
[4]Santrock, Adolescence 76.  Pubertas pada masa ini bisa terjadi antara sekitarb usia 12 tahun ketika memasuki masa remaja atau 16 tahun ketika memasuki masa pemuda.  Hal ini bergantung dengan kondisi lingkungan dan pribadi masing-masing setiap anak.
[5]Ibid.
[6]t.n., Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999) 782.
[7]Noah Webster, Webster’s New Twentieth Century Dictionary (Webster: Collins World, 1977) 1403.  Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh J. H. Court, “Pornography,” dalam Baker Encyclopedia of Psychology & Counseling 2nd Edition (eds. David G. Benner and Peter C. Hill; Grand Rapids: Baker, 1999) 883-885.
[8]Santrock, Adolescence 349.  Bdk. dengan Ade Armando, “Apakah Pornografi Mendasari Kekerasan?” Jurnal Perempuan 26 (2002) 78-80 yang memberikan data statistik pornografi pemuda remaja di Indonesia.
[9]Edward T. Welch, Kecanduan: Sebuah Pesta Dalam Kubur (Surabaya: Momentum, 2005) 79-99.  Bdk. dengan pandangan Steve Gallagher, The Altar of Sexual Idolatry (Dry Ridge: Pure Life Ministries, 2000) 47-56 yang meringkaskan masalah pornografi dalam empat faktor.
[10]Jason Byasee, “Not Your Father’s Pornography,” First Things 01 (2008) 17. (Majalah) – dicek ftnotenya.
[11]David Powlison, “Making All Thing s New: Restoring Pure Joy to the Sexually Broken,” dalam Sex and the Supremacy of Christ (eds. John Piper and Justin Taylor; Wheaton: Crossway, 2005) 90-94.
[12]Ade Armando, “Apakah Pornografi” 81-82.
[13]Russel Willingham, Breaking Free (Downers Grove: Intervarsity, 1999) 56-57.
[14]Jeff Olson, Lepas dari Jerat Pornografi (Yogyakarta: Gloria Graffa, 1999) 11-12 seperti yang dikutip dalam Monica King, Konsep Bebas dari Dosa menurut Paulus berdasarkan Roma 6:1-14 dan Aplikasinya dalam Pelayanan Pastoral bagi Orang Kristen yang Kecanduan Pornografi  (Malang: SAAT, 2007) 92.
[15]Jason Byasee, “Not Your Father” 16.
[16]Monica King, Konsep Bebas 93.
[17]Neil T. Anderson, Winning The Battle Within: Realistic Steps to Overcoming Sexual Strongholds (Eugene: Harvest House, 2008) 70-71.
[18]Santrock, Adolescence 355.
[19]Ade Armando, “Apakah Pornografi” 88-89.
[20]Santrock, Adolescence 357-365.
[21]Mindy Meier, Sex and Dating: Questions You Wish You Had Answer To (Downers Grove: InterVarsity, 2007) 49-50.
                [22]Willingham, Breaking Free 56.  Seperti yang dikutip oleh Monica King Konsep Bebas dari Dosa 124.
                [23]Monica King, Konsep Bebas dari Dosa 124.
                [24]Ibid.
[25]Mindy Meier, Sex and Dating 54-55.
[26]Edward T. Welch, Kecanduan 105-122.
[27]Stephen Arterburn, Fred Stoeker, and Mike Yorkey, Every Young Man’s Battle: Strategies for Victory in the Real World of Sexual Temptation (Colorado: WaterBrook, 2002) 125-128.  Hal ini senada dengan yang diungkapkan Mindy Meier, Sex and Dating 56-57 mengenai bagaimana mengalihkan nafsu seksual kepada kegiatan yang bermanfaat.
[28]Edward T. Welch, Kecanduan 123.
[29]Steve Gallagher, At The Altar 270.
[30]Marian V. Liautaud, “Sex Offenders in the Pew” Christianity Today September 2010 51-53.
[31]Neil T. Anderson, Winning 182-186.

No comments:

Post a Comment