TEEN & YOUTH SERVICE
They need GOD the need CARE
PERMASALAHAN GENERASI MUDA
Masalah remaja yang terjadi di dalam era postmodern sekarang ini begitu
beragam. Namun tampaknya masalah ini
dapat kurang lebih disimpulkan menjadi seperti ini: remaja sekarang ini mencari
apa yang namanya hikmat buat mereka, hikmat sekuler maupun hikmat religius. Hikmat ini berarti mendengarkan apa yang
menjadi perhatian mereka dan tidak langsung menghakimi mereka. Hikmat mengizinkan remaja untuk menyelidiki
kebenaran yang telah mereka tahu dan harapkan.
Mereka memiliki suatu “kelaparan” secara spiritual yang tidak dapat
diabaikan begitu saja.[2] Ditambah lagi pada zaman sekarang ini,
kondisi lingkungan untuk remaja tidaklah stabil, tingginya angka perceraian,
kehamilan di luar nikah, dan keluarga yang berpindah-pindah menyebabkan
ketidakstabilan ini. Suatu studi
menunjukkan bahwa lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan remaja.[3]
Di tengah-tengah latar belakang inilah
remaja menjalani hidupnya. Hidup mereka
dapat dipenuhi minum-minuman keras, kejahatan anak-anak, depresi, keinginan
untuk bunuh diri, dan pola makan yang buruk.[4] Ditambah lagi dengan perkembangan zaman
adalah masalah pornografi dan kecanduan game online. Tampaknya remaja menganut paham hedonisme
yaitu kecil bahagia, muda foya-foya, tua kaya raya, dan mati masuk surga. Remaja ingin hidupnya hanya dipenuhi
kenikmatan duniawi.[5]
Gary Chapman memberikan lima perbedaan
antara kehidupan remaja dulu dengan sekarang dengan pembagian yang sangat baik:[6]
1. Teknologi
yang berkembang. Berbeda dengan remaja
pada generasi yang lalu, remaja sekarang menjadi sangat hi-tech dan bergantung pada gadget
yang mereka punya.
2. Pengetahuan
dan kontaminasi terhadap kekerasan.
Film-film yang ditonton menyuguhkan kekerasan dan itu seringkali
dianggap seru.
3. Keluarga
yang terfragmentasi. Hal ini disebabkan
oleh tuntutan pekerjaan dan kehidupan ekonomi yang harus dipenuhi sehingga
salah satu, entah ayah atau ibu seringkali tidak berada di rumah karena harus
bekerja.
4. Pengetahuan
dan kontaminasi terhadap pornografi.
Begitu mudahnya seorang remaja dapat mengakses pornografi melalui
internet dan juga telepon seluler yang mereka miliki.
5. Nilai
moral dan agama yang netral. Remaja
sering diajar di sekolah bahwa semua agama sama dan kebenaran adalah kebenaran
yang disepakati bersama secara subjektif.
Mengenai masalah agama pun tidak jauh
berbeda, remaja sulit tertarik tentang Yesus, mereka memiliki figur tersendiri
yang jadi panutan, yang dapat mereka lihat, yang keren, dan yang sesuai dengan
keinginan mereka. Yesus menjadi figur
yang dipandang sulit untuk diikuti karena standarnya berbeda dengan komunitas
mereka. Remaja bahkan tidak mau lagi
diajak berdiskusi tentang agama. Bagi
mereka, agama adalah salah satu penghalang mereka untuk bersenang-senang di
dunia. Agama yang penuh banyak larangan
dan tantangan hidup kudus menjadi sulit buat remaja.[7] Menariknya, ternyata remaja suka belajar
mempertanyakan agama mereka dan iman mereka hanya untuk berpikir lebih jauh
lagi namun sukar untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan bagian kognitif mereka
berkembang dengan cepat.[8]
Dengan segudang masalah yang seperti ini
sudah tentu gereja atau dalam hal ini para rohaniwan harus mengambil tanggung
jawab mendidik remaja ini dengan baik, tidak bisa menggunakan metode-metode
yang konvensional melainkan harus menggunakan cara-cara yang kreatif. Metode yang digunakan haruslah sekomprehensif
mungkin untuk menyentuh bagian-bagian kehidupan remaja. Para rohaniwan harus mampu untuk
membangkitkan gairah remaja untuk menjadi remaja Kristen yang mencintai
Alkitab, Yesus, dan gaya hidup kekristenan.
METODE-METODE YANG DAPAT DIGUNAKAN
Banyak metode yang bisa digunakan untuk
menarik perhatian remaja yang memang pada masa-masa ini membutuhkan kasih
sayang dan perhatian yang besar. Mereka
seolah-olah ingin mandiri dan bisa melakukan segalanya, padahal kenyataannya
tidak. Mereka dengan segera ingin
menjadi dewasa, padahal proses menuju ke sana masih sangat panjang. Metode yang diusulkan oleh Gary Chapman dapat
membantu pelayanan remaja dengan cukup efektif:[9]
1. Memberikan
pujian atas perbuatan mereka yang baik, mengingatkan akan kesalahan mereka
dengan tidak membuat mereka marah (tidak menggurui mereka).
2. Sentuhan
fisik di waktu yang tepat, di tempat yang tepat, dan dengan orang yang tepat.
3. Memberikan
waktu untuk bermain dengan mereka, berdiskusi dengan mereka, bahkan mendampingi
mereka belajar.
4. Melayani
mereka dengan baik. Mereka membutuhkan
seseorang untuk pergumulan mereka, mendampingi mereka dalam masalah-masalahnya.
5. Memberikan
hadiah-hadiah kejutan.
Gereja bisa mengadopsi kebutuhan lima
bahasa kasih yang diajukan Chapman untuk remaja. Gereja bisa melakukan cara-cara yang mencapai
tujuan ini yang dimodifikasi agar remaja taat kepada Kristus. Doug Fields mengemukakan cara-cara yang
dimilikinya dalam memenuhi tujuan Kristus namun tidak mengabaikan kelima unsur
di atas. Caranya dengan[10]:
1. Penginjilan
Persahabatan. Di dalam penginjilan ini
seseorang remaja diterima dalam komunitas gereja, bergabung dengan kelompok,
makan bersama, bermain bersama, dan terkadang memberikan hadiah kejutan untuk
orang-orang dalam kelompok tersebut.
Cara ini cukup efektif di kalangan remaja.
2. Membuat
ibadah menjadi menarik. Puji-pujian yang
didesain begitu rupa, tempat ibadah, dan khotbah yang memang dipersiapkan untuk
menjawab tantangan hidup kaum muda.
3. Memperhatikan
para remaja. Mengadakan persekutuan di
antara mereka, KTB (Kelompok Tumbuh Bersama) dengan pengawasan pertumbuhan
rohani, sharing mengenai apa yang
menjadi kesulitan mereka menerapkan pola hidup Kristen dan solusinya.
4. Memberi
kesempatan untuk remaja yang senior dan pertumbuhan rohaninya cukup baik untuk
mementor remaja yang lebih kecil.
Tentunya hal ini dilakukan dengan pengawasan dari hamba Tuhan
pembimbing. Mereka diberi tanggung jawab
untuk memuridkan anak-anak didiknya.
5. Mempersiapkan
dan melibatkan remaja yang berkomitmen.
Mendorong para remaja yang aktif untuk melayani teman-temannya yang
lain. Pelayanan ini sangat penting untuk
menyadarkan mereka mengenai apa yang menjadi keinginan Tuhan buat mereka yaitu
melayani.
Semua pelayanan ini tidak dapat dilakukan
dengan baik apabila mengabaikan prinsip-prinsip yang sudah disepakati
bersama. Seperti misalnya anak remaja
yang pelayanan suka datang terlambat, terjadi diskriminasi antara kelompok yang
satu dengan yang lain, dan sebagainya.
Untuk itu, sebelum memulai pelayanan di atas, prinsip-prinsip pelayanan
/ dasar-dasar pelayanan perlu dibuat dengan tidak menakut-nakuti remaja. Semuanya ini dibuat untuk mengajarkan
anak-anak lebih disiplin dan lebih baik.[11]
Pada
akhirnya, remaja adalah anak-anak yang sangat dinamis, jika anak remaja tidak
dilayani dengan metode yang benar maka pelayanan hanya akan menimbulkan “gap” bahkan menjadi musuh dengan orang
dewasa, gereja, mentor maupun guru disekitar
[1]Disarikan dari berbagai sumber
tertulis dan sumber elektronik.
[2]Catherine P. Morgan, “Adolescence-Need,”
The Living Pulpit January-March (2001)
14-15.
[3]John W. Santrock, Adolescence 9th Edition (New York:
McGraw-Hill, 2003) 14-15.
[4]Ibid. 439.
[5]Anonymous, Remaja tentang Hedonisme (Yogyakarta: Kanisius, 1999) 6-9.
[6]Gary Chapman, The Five Love Languages of Teenagers
(Chicago: Northfield Publishing, 2005) 22-27.
[7]Chanon Ross, “Challenging Youth
Ministry: Jesus isn’t Cool,” Christian
Century 6 September (2005) 22-25.
[8]Carol E. Lytch, “A Survey on
Youth and Religion: What Teens Believe,” Christian
Century 6 September (2005) 20-21.
[9]Chapman, Five Love 6.
[10]Doug Fields, Purpose Driven Youth Ministry (Malang: Gandum Mas, 2005) 133-220.
[11]John M. Dettoni, Youth Ministry Handbook (2009) 53-55.
No comments:
Post a Comment