SEKILAS
tentang POSTMODERNISME
Postmodernisme
muncul akibat ketidakpuasan yang terjadi oleh karena paham filsafat
sebelumnya. Era Pencerahan yang
mengagungkan rasionya ternyata tidak dapat mengatasi permasalahan dunia yang
ada. Malah dengan rasio manusia, perang terjadi
dimana-mana. Pengharapan dan kedamaian
yang diharapkan dari munculnya ilmu pengetahuan malah tidak terjadi. Hasilnya adalah orang-orang kehilangan
kepercayaan dari janji-janji filsafat ini.
Ketidakpuasan
terhadap paham ini memunculkan banyak paham-paham lain, seperti misalnya
Whitman dan Emerson yang memelopori munculnya romantisisme. Penekanan filosofi telah berubah dari “akan
menjadi apa saya ini?” menjadi “saya akan menjadi diri saya sendiri ditentukan
oleh pilihan saya.” Konsep pragmatisme dan
eksistensialisme yang tergabung menjadi postmodernisme.
Perspektif
yang berbeda ditemukan dalam paham postmodernisme ini. Postmodernisme menolak paham modern yang
mengakui adanya satu kebenaran yang absolut dan mutlak. Elemen-elemen yang ada pada zaman modern
digantikan, misalnya intelektual digantikan dengan kemauan, alasan-alasan logis
digantikan dengan emosi, dan etika moral bersifat relatif. Realitas menjadi konstruksi sosial, kebenaran
ditentukan dari formulasi manusia, dengan kata lain tergantung kesepakatan
masyarakat. Kebenaran harus
didekonstruksikan, dan pada akhirnya tidak ada kebenaran mutlak, bahkan
mendefinisikan kebenaran adalah sesuatu hal yang mustahil. Semua yang ada didekonstruksikan. Postmodernisme juga mengklaim bahwa manusia
dibentuk oleh bahasa dan masyarakat di mana manusia itu tinggal.
Implikasi
dari postmodernisme sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Misalnya saja media televisi, tidak
memberikan ruang kepada manusia untuk berpikir, melainkan untuk menonjolkan
aspek perasaan, dan tentu saja untuk membeli.
Ini memberikan pergeseran cara pandang dari yang dulu sebagai produsen
menjadi konsumen. Di bidang pendidikan
postmodernisme begitu terasa, buku-buku agama mulai disingkirkan, menolak
seluruh worldviews untuk menjelaskan
realitas. Bahkan, postmodernisme juga
menolak adanya diri yang mandiri dan eksis, menurutnya kehidupan manusia
tergantung pada masyarakat yang berlaku.
Semua pendidikan agama dan filosofi era sebelumnya dipandang untuk
mempertahankan kaum elit, agama dan ilmu-ilmu lainnya dipandang sebagai candu
masyarakat.
Tujuan
dalam pendidikan bertumpu pada ragam budaya yang ada. Semua orang harus menghormati budaya yang ada
dan tidak boleh saling menyalahkan, karena tidak ada standar kebenarannya. Guru harus mengajarkan “proses” pendidikan
berlangsung, menawarkan “pengalaman,” sehingga tidak membuat mereka menanyakan
bagaimana itu benar apalagi menciptakan kebenaran itu sendiri. Setiap siswa dilarang untuk mempertanyakan
atau keberatan terhadap pendapat siswa lain.
DAMPAK POSITIF
POSTMODERNISME
Pertama,
postmodernisme menekankan bahwa rasio bukanlah segala-galanya. Hati manusia itu penting, bahkan Pascal
sendiri berkata “hati manusia mempunyai logikanya sendiri yang tidak dapat
dipahami oleh rasio manusia.” Dalam
pendidikan, hati seorang murid perlu diperhatikan. Kedua,
pengetahuan objektif 100% tidak mungkin tercapai, oleh karena itu pendidikan
itu penting dan manusia harus senantiasa harus belajar. Ketiga,
postmodernisme menekankan pentingnya komunitas dan kerjasama. Dalam pendidikan, diperlukan adanya tugas
kelompok untuk melatih bekerja sama dalam sebuah komunitas. Keempat,
postmodernisme menerima perbedaan yang ada.
Pendidikan juga harus dapat menerima perbedaan pandangan yang ada,
setiap perbedaan tidak boleh dihilangkan, namun diuji terlebih dahulu. Dialog/diskusi perlu diadakan di dalam kelas.
DAMPAK NEGATIF
POSTMODERNISME
Pertama,
memutlakkan relativisme. Postmodernisme
mengatakan tidak ada kebenaran yang mutlak, tidak ada sesuatu yang pasti. Mengapa harus percaya pada statement tersebut? Bukankah statement
tersebut juga belum pasti, namun anehnya, manusia dianggap harus percaya kepada
pandangan tersebut. Sebagai umat
Kristen, Alkitab adalah satu-satunya dasar kebenaran. Hal inilah yang sangat
negatif dari postmodernisme. Kedua, memberikan rasa pesimis dalam
hidup. Segala sesuatu dipandang negatif,
sehingga tujuan seorang untuk hidup menjadi tidak ada. Ilmu yang diajarkan di sekolah kegunaannya
relatif, membuat murid tidak tahu apa yang akan dicapai di depan. Ketiga,
pandangan postmodernisme sendiri bertentangan dengan pahamnya sendiri. Bayangkan apabila suatu kelompok A yang
mempunyai pandangan bahwa membunuh itu benar (misalnya kanibalisme) bertemu
dengan kelompok B yang mempunyai pandangan bahwa membunuh itu tidak benar. Pertemuan mereka akan membuat saling perang, alasan
menghormati pandangan orang lain tidak dapat diterima jika merugikan orang
lain. Dalam hal pendidikan, tidaklah
mungkin mengadopsi pandangan lain yang jelas-jelas bertentangan dengan Firman
Tuhan.
No comments:
Post a Comment