Saturday 27 July 2013

Tentang Guru dan Filsafat pendidikan

GURU DAN FILSAFAT PENDIDIKAN
July 9, 2008
Oleh: Ardiani Mustikasari, S Si, M. Pd
A. PENDAHULUAN
Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.

Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan . Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan hidup bersama.
Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
B. Permasalahan
Bagaimana peranan filsafat pendidikan bagi guru? Apa yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru?
C. Pembahasan
Peranan filsafat pendidikan ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu:
1. Metafisika
Metafisika merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak. Metafisika secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Memahami filsafat ini diperlukan secara implisit untuk mengetahui tujuan pendidikan.
Seorang guru seharusnya tidak hanya tahu tentang hakekat dunia dimana ia tinggal, tetapi harus tahu hakekat manusia, khususnya hakekat anak. Hakekat manusia:
 Manusia adalah
ü makhluk jasmani rohani
 Manusia adalah makhluk individual sosial
ü
ü Manusia adalah makhluk yang bebas
 Manusia adalah makhluk menyejarah
ü
2. Epistemologi
Kumpulan pertanyaan berikut yang berhubungan dengan para guru adalah epistemologi. Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung? Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan antara dua pandangan pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah kebenaran itu berubah dari situasi satu kesituasi lainnya? Dasn akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga?
Bagaimana menjawab pertanyaan epistemologis tersebut, itu akan memiliki implikasi signifikan untuk pendekatan kurikulum dan pengajaran. Pertama guru harus menentukan apa yang benar mengenai muatan yang diajarkan, kemudian guru harus menentukan alat yang paling tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa. Meskipun ada banyak cara mengetahui, setidaknya ada lima cara mengetahui sesuai dengan minat / kepentingan masing-masing guru, yaitu mengetahui berdasarkan otoritas, wahyu tuhan, empirisme, nalar, dan intuisi.
Guru tidak hanya mengetahui bagaimana siswa memperoleh pengetahuan, melainkan juga bagaimana siswa belajar. Dengan demikian epistemologi memberikan sumbangan bagi teori pendidikan dalam menentukan kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak dan bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut, begitu juga bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut.
3. Aksiologi
Cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah, erat kaitannya dengan pendidikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung atau tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidikan. Nilai merupakan hubungan sosial.
Pertanyaan-pertanyaan aksiologis yang harus dijawab guru adalah: Nilai-nilai apa yang dikenalkan guru kepada siswa untuk diadopsi? Nilai-nilai apa yang mengangkat manusia pada ekspresi kemanusiaan yang tertinggi? Nilai-nilai apa yang bener-benar dipegang orang yang benar-benar terdidik?
Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa guru memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan.
Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan, atau merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru. Setiap guru baik mengetahui atau tidak memiliki suatu filsafat pendidikan, yaitu seperangkat keyakinan mengenai bagaimana manusia belajar dan tumbuh serta apa yang harus manusia pelajari agar dapat tinggal dalam kehidupan yang baik.
Filsafat pendidikan secara fital juga berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran.
Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan permasalahan pendidikan.
Terdapat hubungan yang kuat antara perilaku guru dengan keyakinannya:
1. Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran
Komponen penting filsafat pendidikan seorang guru adalah bagaimana memandang pengajaran dan pembelajaran, dengan kata lain, apa peran pokok guru? Sebagian guru memandang pengajaran sebagai sains, suatu aktifitas kompleks. Sebagian lain memandang sebagai suatu seni, pertemuan yang sepontan, tidak berulang dan kreatif antara guru dan siswa. Yang lainnya lagi memandang sebagai aktifitas sains dan seni. Berkenaan dengan pembelajaran, sebagian guru menekankan pengalaman-pengalaman dan kognisi siswa, yang lainnya menekankan perilaku siswa.
2. Keyakinan mengenai siswa
Akan berpengaruh besar pada bagaimana guru mengajar? Seperti apa siswa yang guru yakini, itu didasari pada pengalaman kehidupan unik guru. Pandangan negatif terhadap siswa menampilkan hubungan guru-siswa pada ketakutan dan penggunaan kekerasan tidak didasarkan kepercayaan dan kemanfaatan.Guru yang memiliki pemikiran filsafat pendidikan mengetahui bahwa anak-anak berbeda dalam kecenderungan untuk belajar dan tumbuh.
3. Keyakinan mengenai pengetahuan
Berkaitan dengan bagaimana guru melaksanakan pengajaran. Dengan filsafat pendidikan, guru akan dapat memandang pengetahuan secara menyeluruh, tidak merupakan potongan-potongan kecil subyek atau fakta yang terpisah.
4. Keyakinan mengenai apa yang perlu diketahui
Guru menginginkan para siswanya belajar sebagai hasil dari usaha mereka, sekalipun masing-masing guru berbeda dalam meyakini apa yang harus diajarkan.
D. PENUTUP
Peran filsafat pendidikan bagi guru, dengan filsafat metafisika guru mengetahui hakekat manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan. Dengan filsafat epistemologi guru mengetahui apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut. Dengan filsafat aksiologi guru memehami yang harus diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan karena pengetahuan tersebut.
Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan perilaku guru, yaitu: Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui.






Guru dan Filsafat

Filsafat menurut pakar merupakan ilmu yang paling tertua dibandingkan dengan ilmu pengetahuan lainnya. Sehingga mereka menyebut bahwa Filsafat adalah induk dari semua ilmu-ilmu pengetahuan di muka bumi ini.

Untuk lebih mendalami dunia Filsafat ini ada baiknya kita bicarakan Filsafat secara etimologis berarti ‘cinta kearifan’. Mencintai kearifan berarti mendambakan kehidupan yang diliputi dengan sikap dan perilaku adil. Kehidupan yang berkeadilan adalah kehidupan yang harmonis dan penuh dengan kebahagiaan. Kehidupan demikian adalah kehidupan dinamis; kehidupan kreatif untuk pertumbuhan dan perkembangan ke arah masa depan yang lebih baik.

Selanjutnya, menurut obyek penyelidikannya, Filsafat adalah bidang studi yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu yang ada. Apakah yang ada itu secara kuantitatif tunggal atau plural, berada dalam realitas abstrak atau konkret. Apakah yang ada itu bersifat mutlak dan tetap atau relatif dan berubah ubah.


Terhadap pertanyaan itu, Filsafat mengakui bahwa menurut substansinya, yang ada itu tunggal, berada di tingkat abstrak, bersifat mutlak dan tidak mengalami perubahan. Sedangkan menurut eksistensinya, yang ada itu plural, berada di tingkat konkret, bersifat relatif dan mengalami perubahan terus-menerus.

Jadi, segala sesuatu yang ada di dunia pengalaman itu berasal mula dari satu substansi. Persoalan yang muncul adalah bagaimana menyikapi segala pluralitas ini agar tidak terjadi benturan antara satu dengan lainnya? Misalnya, pluralitas jenis, sifat dan bentuk manusia, binatang, tumbuhan, dan badanbadan benda berasal dari satu substansi.

Apakah yang seharusnya dilakukan agar antara manusia satu dengan lainnya tidak saling berbenturan kepentingan, sehingga bisa mengancam keteraturan sosial dan ketertiban dunia?

Jawaban terhadap persoalan di atas adalah manusia harus bersikap dan berperilaku adil terhadap diri sendiri, masyarakat, dan terhadap alam. Agar bisa berbuat demikian, manusia harus berusaha mendapatkan pengetahuan yang benar mengenai keberadaan segala sesuatu yang ada ini, dari mana asalnya, bagaimana keberadaannya, dan apakah yang menjadi tujuan akhir keberadaan tersebut. Untuk itu, manusia harus mendidik diri sendiri dan sesamanya secara terus-menerus.

Bertolak dari pemikiran Filsafat tersebut, pendidikan muncul dan memulai sesuatu. Manusia mulai mencoba untuk mendidik diri sendiri dan sesamanya, dengan sasaran menumbuhkan kesadaran terhadap eksistensi kehidupan ini.

Dalam hal ini, kegiatan pendidikan ditekankan pada materi yang berisi tentang pengetahuan umum berupa wawasan asal mula, eksistensi dan tujuan kehidupan. Kesadaran terhadap asal-mula dan tujuan kehidupan adalah landasan dasar bagi perilaku sehari-hari, sehingga semua kegiatan eksistensi kehidupan ini selalu bergerak teratur menuju satu titik tujuan akhir.

Berdasarkan Filsafat, pendidikan berkepentingan untuk membangun Filsafat hidup agar bisa dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dan untuk selanjutnya, kehidupan sehari-hari tersebut selalu dalam keteraturan. Jadi, terhadap pendidikan, Filsafat memberikan sumbangan berupa kesadaran menyeluruh tentang asal-mula, eksistensi, dan tujuan kehidupan manusia.

Tanpa Filsafat, pendidikan tidak bisa berbuat apa-apa, dan tidak tahu apakah yang harus dikerjakan. Sebaliknya, tanpa pendidikan, Filsafat tetap berada di dalam dunia utopianya.

Oleh karena itulah, sebagai seorang guru harus memahami dan mendalami filsafat khususnya Filsafat Pendidikan. Melalui Filsafat pendidikan guru memahami hakiki dari pada pendidikan itu, dan pendidikan dapat dikembangkan melalui falsafat ontolofi, epistimologi dan aksiologi.

Apa sebenarnya filosofi pendidikan dan bagaimana penerapannya serta apa dampak dari pendidikan. Itu harus diketahui oleh guru, karena pendidikan itu sendiri bagian yang tidak terpisahkan bagi setiap manusia, termasuk guru di dalamnya. Pendidikan dalam arti sempit maupun luas, dan ini sudah kita uraikan pada Teroka terdahulu.

Jadi, sebagai seorang guru harus mempelajari filsafat pendidikan, karena dengan memahami dan memaknai filsafat itu, akan dapat memberikan wawasan dan pemikiran yang luas terhadap makna dari pendidikan itu sendiri. Filsafat Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Filsafat lainnya, misalnya Filsafat Hukum, Filsafat Agama, Filsafat Kebudayaaan, dan filsafat lainnya.


No comments:

Post a Comment