KARAKTERISTIK
EMOSI REMAJA
Topik
mengenai karakteristik emosi remaja adalah topik yang sangat menarik untuk
dibahas karena berbicara tentang keaneka-ragaman gejolak yang terjadi dalam
diri anak remaja. Mulai dari gejolak emosi kesenangan, kesedihan, kemarahan,
hingga gejolak emosi cinta terhadap sesuatu (apapun itu). Namun, gejolak emosi
yang timbul dalam kehidupan remaja itu hanya bersifat sementara dan cenderung
berubah-ubah, seperti sebuah yoyo yang hanya sebentar berada di bawah kemudian
naik lagi.
Secara
tradisional, masa remaja dapat dikatakan sebagai periode penuh dengan “badai
dan tekanan”. Maksudnya adalah anak remaja mengalami suatu masa di mana ia
berusaha untuk mencari dan menampilkan keaslian dirinya (atau yang sering kita
sebut sebagai masa pencarian jati diri). Dalam pencarian jati dirinya, banyak
anak remaja yang kemudian menjadi stres dan merasa tertekan. Perasaan tertekan
itu sebenarnya muncul dari masalah-masalah yang tidak dapat diatasi remaja
dengan bantuan dirinya sendiri, salah satu masalahnya adalah masalah emosi.
Adapun
masalah-masalah dalam perkembangan emosi remaja pada umumnya yang dihadapi oleh
remaja adalah sebagai berikut:
1. Emosi
yang cepat berubah
Ada
seorang anak remaja yang memiliki seekor anjing peliharaan yang sangat ia
sayangi. Suatu kali anjing itu datang ke depan rumah untuk menyambut kedatangan
ibu dari si anak remaja. Tanpa sengaja, sang ibu melindas mati anjing
kesayangan anaknya. Melihat hal ini, anak remaja tadi berkabung luar biasa dan
memutuskan untuk membenci mamanya. Setelah anak tersebut bertumbuh menjadi dewasa,
si anak pun melupakan perasaan kehilangannya, bahkan ia menjadi heran dengan reaksi
yang ditimbulkannya pada saat itu.
Sensitivitas
dan kepekaan yang sangat tinggi pada masa remaja menyebabkan labilnya ekspresi
emosi yang timbul, seperti yang tergambar dalam cerita di atas.
2. Takut
penolakan
Para
remaja sangat senang berkumpul dengan orang-orang yang memiliki kesamaan
tertentu dengan mereka dimana mereka diterima didalamnya; entah itu kesamaan
dalam hal fisik, sosial, gaya hidup, gender, dll. Selain itu, ketakutan akan
penolakan membuat seorang remaja rela melakukan apa saja untuk diterima oleh
komunitas yang dirasa cocok dengannya. Beberapa dari mereka bahkan tidak
segan-segan melakukan tindak kriminal dan amoral demi diterimanya mereka dalam
suatu kelompok. Kondisi ini menyebabkan timbulnya eksklusivisme dan fanatisme,
bahkan hal ini akhirnya menjadi sesuatu yang biasa di mata para remaja.
3. Salah
menanggapi keberadaan dirinya
Para
remaja sering memandang dirinya sendiri dalam dua ekstrim, yaitu merendah dan
meninggikan diri. Remaja yang memandang dirinya rendah cenderung menjadi pribadi
yang tidak percaya diri dan tidak mau
menerima diri; sedangkan remaja yang memandang dirinya tinggi cenderung menjadi
pribadi yang sombong dan selalu memandang orang lain lebih rendah dari dirinya
sendiri.
Di
sisi lain, para remaja juga sangat merasa nyaman untuk meniru orang-orang lain
yang dianggapnya sebagai “model” yang baik bagi dirinya. Misalnya: mengikuti
gaya berpenampilan, gaya bicara, gaya hidup, dan sebagainya.
4. Tidak
Realistis
Remaja
awal cenderung melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan,
bukan sebagaimana adanya. Karena kecenderungan ini maka banyak remaja menjadi
marah ketika ia tidak mendapati dirinya atau orang lain tidak seperti yang ia
inginkan. Realitas keberadaan dirinya dan orang lain ini menyebabkan mereka menjadi
pribadi-pribadi yang mudah kecewa dan stress.
Penyebab masalah emosi pada masa remaja:
1.
Perubahan
status mempengaruhi emosi seorang remaja, karena mereka saat ini sedang berada
dalam masa transisi atau biasa juga disebut perpanjangan dari masa anak-anak. Ketika mereka akan
meninggalkan masa anak-anak dan menuju masa dewasa,
mereka akan mengalami
konflik batin dan ketidak-jelasan identitas diri, masih
kanak-kanakkah mereka atau telah dewasa.
Perasaan-perasaan belum jelas ini sering membawa mereka dalam kegelisahan-kegelisahan
internal; misalnya timbul rasa tertekan, kesal hati, ingin
marah, mudah tersinggung, canggung dalam mereka bergaul.
2.
Pengaruh
komunitas dalam perkembangan emosi remaja. Pada masa ini mereka sedang
senang-senangnya berada dalam kelompok/komunitas yang sebaya dengan mereka baik
itu kesamaan hobi atau gender, disinilah biasanya seorang remaja emosinya
terbentuk tergantung dari komunitas yang mereka pilih sebagai contoh ketika
seorang bergabung dengan kelompok remaja yang suka tawuran maka emosinya pun
akan menjadi seorang remaja yang agresif begitu pun sebaliknya. Jadi pengaruh komunitas punya andil besar
bagi perkembangan emosi seorang remaja.
3.
Pengaruh
penerimaan dan pengakuan. Pada masa ini remaja membutuhkan penerimaan dan
pengakuan karena mereka sedang berada dalam masa transisi yang tidak jelas
apakah mereka sudah melewati masa anak-anak dan sudah menjadi dewasa. Karena kurangnya penerimaan dan pengakuan
inilah seorang remaja biasanya mencari pengakuan tersebut dari
kelompok-kelompok sebaya dengan mereka, disinilah bahayanya apabila mereka
salah dalam memilih kelompok.
4.
Pengaruh
pertumbuhan fisik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa faktor pertumbuhan fisik
mengambil peran yang cukup berpengaruh dalam masa perkembangan emosi remaja.
Contohnya saja seorang anak laki-laki remaja yang memiliki tinggi badan yang
lebih pendek dibanding dengan teman-teman sebayanya, akan selalu merasa
frustasi dengan penampilannya yang demikian. Remaja itu akan berusaha untuk
menjadi minimal seperti teman-temannya.
Adapun solusi untuk permasalahan emosi remaja adalah
sebagai berikut:
-
Komunitas
yang sehat
Komunitas merupakan salah satu faktor penting yang
akan mempengaruhi perkembangan emosi dan membentuk kepribadian seorang remaja.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, kita tahu bahwa masa remaja adalah masa
dimana kebutuhan akan penerimaan dan pengakuan dari orang-orang disekitar
merupakan hal yang sangat penting. Sehingga komunitas yang sehat merupakan
kebutuhan yang harus dipenuhi oleh lingkungan para remaja. Komunitas yang
dimaksud adalah komunitas yang menerima si remaja sebagaimana dia ada dan
menghargai eksistensinya. Dengan demikian si
remaja tidak akan mengalami ketakutan akan penolakan dan tidak akan
berusaha mencari komunitas yang salah untuk memenuhi kebutuhannya tersebut.
Komunitas yang dimaksud adalah keluarga, sahabat, kelompok kecil, kelompok
besar, teman sebaya di sekolah maupun di gereja atau lingkungan bergaul lainnya
(misal: Gereja).
-
Pembimbing
Menyadari bahwa kita saat ini sedang hidup pada zaman
postmodern, teknologi yang terus berkembang, keterbatasan orang tua, guru dan
pembimbing dalam mengawasi kehidupan para remaja kita harus dengan rendah hati
mengaku mustahil kita dapat menyediakan komunitas yang sehat bagi para remaja
pada zaman ini. Karena itu selain menerima keberadaan mereka secara utuh,
sebagai orang tua, guru atau pembimbing bagi para remaja adalah penting bagi
kita untuk menolong mereka mengenali diri mereka, menyelami perasaan mereka,
memahami fase-fase pertumbuhan dan pergumulan-pergumulan yang akan mereka
hadapi pada masa-masa remajanya. Membimbing dan menemani mereka melalui proses
perkembangannya dalam terang Firman Tuhan. Karena Mazmur 119:109 berkata :
“Dengan apakah seorang muda dapat mempertahankan kelakukannya bersih? Dengan
menjaganya sesuai dengan firman-Mu.”
Tidak hanya itu kita juga perlu terus mengikuti perkembangan gaya hidup dan
pergumulan para remaja pada zaman ini agar, tindakan-tindakan yang kita ambil
dalam membimbing mereka relevan dan efektif.
Sumber:
James Dobson, Menjelang
masa remaja.
Bambang Mulyono, Mengatasi
kenakalan remaja.
Stephen & Jim Burns, Arahkan dengan jitu.
Elizabeth Hurlock, Psikologi
Perkembangan.
John Santrock, Adolescence:
Perkembangan Remaja.
No comments:
Post a Comment